Jurnaljatengdiynews.com- Rembang -Sabtu, 31 Mei 2025 menjadi hari penuh makna bagi rombongan santri yatim binaan Yayasan An NABA. Dipimpin oleh Ustadz Kusworo Ustadzah Ana dan Ustadzah Aulia, para santri melakukan kunjungan pembelajaran ke Kelompok Tani Wanita (KWT) “Jukung Organik” yang dipimpin oleh Ustadzah Titah Suginingsih di Desa Jukung, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.
Perjalanan ini berawal dari sebuah obrolan hangat di teras kantor yayasan antara pengurus Yayasan An NABA dan Ustadzah Siti Rokhana. Dalam diskusi tersebut, muncul ide tentang pentingnya muatan lokal pertanian terpadu dalam kurikulum pembinaan santri, khususnya untuk mempersiapkan generasi milenial yang mandiri dan peduli bidang pertanian dan lingkungan.
Konsep yang dikembangkan adalah Ecosystem Pertanian Terpadu Zero Cost, yang mengintegrasikan ternak ayam kampung, budidaya ikan, penanaman sayuran, dan pertanian organik, sehingga santri dapat belajar langsung dari ekosistem alami yang lestari dan hemat biaya.
Gayung bersambut, Ustadzah Siti Rokhana mengenalkan tim An NABA kepada sosok inspiratif pelopor pertanian organik di Rembang, yakni ustadzah Titah Suginingsih, yang bersama suaminya, Surismanto, mengelola pertanian berkonsep organik terpadu di kampungnya. Sore itu crew an NABA bersama 3 anak yatim bertolak ke Bulu.
Setibanya di lokasi, sambutan hangat dan penuh kekeluargaan langsung terasa. Ustadzah Titah, yang dikenal ramah sekaligus visioner, mengajak para santri untuk berkeliling mengenal berbagai budidaya yang sedang dikembangkan. Mereka melihat secara langsung kebun cabai, selada, sawi, terong, dan anggur dan masih banyak lagi tanaman organik lainya. Tak hanya itu, santri juga menyaksikan peternakan ayam kampung khas “Gozilla Agate”, serta domba lokal yang sehat dan gemuk. Saat ditanya oleh salah satu pengurus resep nya apa Bu tanamannya kok bisa subur subur, belajar nya dulu dari mana, dengan merendah ustadzah Titah menjelaskan ” otodidak pak belajar dari pengalaman saja, jadi asal tekun rajin dan tidak bosan bosan akan dibantu dari Allah, karena bahan baku sudah ada dilingkungan kita”. Terangnya. Misalnya ini tanaman lombok sudah satu tahun dan hampir mati lalu daunnya saya semprot menggunakan bawang putih yang saya haluskan (blender ) saya campur air secukupnya lalu saya semprot kan diatasnya daunnya. Alhmdulillah tumbuh baru lagi dan lebat..tambahnya.
Salah satu momen yang paling menggelitik adalah ketika Ayu, seorang santri perempuan, menyapa monyet peliharaan milik ustadazah Titah. Dengan semangat penuh canda, ia berkata, “Hai Moli si ganteng!” sambil merekam video dengan ponselnya. Gelak tawa pun pecah dari rombongan, membuat suasana semakin akrab.
Setelah puas berkeliling dan berdiskusi, acara ditutup dengan santap bersama hidangan sederhana nan lezat: singkong goreng dan lontong opor buatan tangan ustadzah Titah sendiri. Para santri sangat menikmati hidangan ini, yang terasa hangat karena disajikan penuh cinta.
Menjelang sore, rombongan berpamitan pulang. Sebelum meninggalkan lokasi, mereka diberikan oleh-oleh Bibit tanaman dan buah alpukat hasil panen kebun sendiri — simbol dari hasil kerja keras yang sehat dan alami.
Kunjungan ini bukan sekadar rekreasi, melainkan langkah awal pembinaan pertanian milenial berbasis kemandirian, lingkungan, dan keberkahan. Semoga semangat ini terus tumbuh dalam hati para santri, menjadi bekal masa depan yang penuh manfaat bagi umat.
“Belajar dari tanah, menyatu dengan alam, dan tumbuh bersama kebaikan.” – An NABA. (Aulia)