Jurnaljatengdiynews.com – Kalinyamatan, Jepara — Sosok H. Abdul Wahid kembali menjadi inspirasi bagi dunia pertanian daerah. Selain dikenal sebagai wakil rakyat yang rendah hati dan dekat dengan masyarakat, beliau juga aktif berkarya sebagai petani modern yang memadukan pengalaman lapangan, teknologi, serta kecintaan mendalam terhadap sektor pertanian.
Sebagai salah satu tokoh dalam Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), H. Abdul Wahid tidak hanya memberi contoh melalui gagasan, tetapi juga lewat kerja nyata di lahan pertaniannya sendiri. Beliau mengelola 10 hektare lahan produktif di lereng Gunung Muria bagian barat, pada ketinggian 500 MDPL, yang mulai dibuka sejak tahun 2020.
Kini lahan tersebut ditanami beragam komoditas unggulan, mulai dari kelapa kopyor genjah hibrida 100% kopyor, tebu, hingga berbagai jenis alpukat dan jeruk madu, menjadikan kebun tersebut salah satu contoh model kebun modern terpadu di Kabupaten Jepara.
Membandingkan Bibit Kopyor: Kultur Jaringan vs Bibit Biasa
Dalam upayanya meningkatkan produktivitas dan memastikan keberhasilan penanaman kopyor, H. Abdul Wahid melakukan pengujian langsung dengan membandingkan dua jenis bibit:
- Bibit Kultur Jaringan (Tissue Culture)
- Bibit dari Kopyor Biasa
Hasilnya menunjukkan bahwa bibit kultur jaringan unggul jauh lebih cepat tumbuh dan lebih cepat berbuah. Bibit kultur jaringan yang digunakan berasal dari IPB Bogor, salah satu pusat riset pertanian terbaik di Indonesia.
Menariknya, pada tahun 2022, pembelian bibit kultur jaringan ini memiliki ketentuan khusus: minimal 100 bibit dan harus indent selama 2 tahun. “Sekarang saya belum tahu apakah aturan pemesanannya sama atau berubah,” ujar beliau. Namun pengalaman tersebut memberikan gambaran bahwa mengembangkan komoditas unggulan membutuhkan kesabaran, perencanaan matang, serta komitmen jangka panjang.
“Yang kultur jaringan lebih cepat berbuah,” ungkapnya dalam diskusi bersama para sahabat tani. Teknologi kultur jaringan memang menghasilkan tanaman yang lebih seragam, sehat, dan memiliki produktivitas lebih tinggi.
Menghadirkan Infrastruktur Air di Daerah Ketinggian
Salah satu tantangan terbesar di lahan pada ketinggian 500 MDPL adalah penyediaan air. Namun H. Abdul Wahid mengatasinya dengan inovasi. Beliau mengambil sumber air dari ketinggian 1000 MDPL, sejauh 6 km dari kebun. Air tersebut dialirkan melalui jaringan pipa menuju dua tandon air, kemudian didistribusikan ke tanaman.
Infrastruktur air ini menjadi bukti nyata bahwa pertanian modern tidak hanya soal bibit unggul, tetapi juga keberanian membangun fasilitas pendukung demi keberlanjutan produksi.
Komitmen Wakil Rakyat yang Turun ke Lahan
Meski menjabat sebagai anggota dewan, H. Abdul Wahid tetap memilih turun langsung ke kebun, merawat tanaman, memantau perkembangan bibit, hingga mencatat hasil perbandingan di lapangan. Baginya, memperjuangkan suara petani harus dimulai dengan memahami detail persoalan pertanian secara nyata.
“Keren banget, anggota dewan teladan asal Kalinyamatan Jepara,” ujar seorang sahabatnya, kagum melihat keteladanan yang jarang dimiliki pejabat publik.
Teladan untuk Generasi Petani Muda
Kisah H. Abdul Wahid menjadi inspirasi bagi petani muda dan pelaku pertanian yang ingin naik kelas. Ia telah membuktikan bahwa:
- Pertanian bisa maju dengan dukungan teknologi,
- Lahan yang diolah dengan serius mampu menjadi sumber ekonomi yang besar,
- Wakil rakyat tetap bisa dekat dengan rakyat melalui kerja nyata di lapangan.
Keberhasilan beliau mengembangkan kelapa kopyor genjah kultur jaringan, alpukat unggul, jeruk madu, serta membangun sistem irigasi berbasis gravitasi menunjukkan bahwa pertanian masa depan harus berpijak pada riset, inovasi, dan keberanian mengambil langkah.
Sosok sederhana, pemimpin teladan, sekaligus petani modern. Itulah H. Abdul Wahid — kebanggaan Kalinyamatan, inspirasi bagi Jepara, dan motivasi bagi petani Indonesia. (Rochmad Taufiq – Untuk Indonesia)












