Jurnaljatengdiynews.com. Jogjakarta – Komunitas Cabe Jamu KAGAMA mengadakan pertemuan diskusi di rumah Mbak Titin, seorang penggiat cabe jamu di Godean, Yogyakarta, pada hari Kamis, 16 Mei 2024. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan dan menggali lebih banyak lagi dalam peran Cabe Jawa, rempah-rempah yang tak hanya penting dalam kuliner namun juga memiliki tempat terhormat dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam relief Candi Borobudur.
Cabe Jawa, dikenal ilmiah sebagai Piper retrofractum atau Java long pepper, merupakan bumbu penting dalam masakan dan pengobatan tradisional Indonesia. Keberadaannya juga tercatat dalam peninggalan sejarah, termasuk relief di Candi Borobudur, monumen Buddha terbesar di dunia yang dibangun pada abad ke-8 dan ke-9 oleh Dinasti Syailendra di Jawa Tengah.
Relief di Borobudur menggambarkan berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk flora, fauna, dan kegiatan masyarakat. Cabe Jawa muncul dalam adegan-adegan yang menggambarkan aktivitas perdagangan dan pertanian, menandakan pentingnya rempah-rempah dalam perekonomian dan sosial masyarakat Jawa kuno. Hal ini menunjukkan bahwa Cabe Jawa adalah salah satu komoditas yang menjual tidak hanya di pasar lokal tetapi juga internasional.
Selain itu, relief tersebut juga menunjukkan penggunaan tanaman obat dalam kehidupan sehari-hari. Cabe Jawa, yang dikenal memiliki sifat penghangat, sering digunakan dalam pengobatan tradisional, termasuk jamu, menegaskan perannya dalam kesehatan masyarakat.
Pentingnya Cabe Jawa tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi dan kesehatan, tetapi juga mencerminkan pandangan kosmologis dan hubungan manusia dengan alam dalam konteks budaya Jawa. Penanaman dan penggunaan rempah-rempah seperti Cabe Jawa dapat mencerminkan nilai-nilai budaya yang mendalam.
Diskusi di rumah Mbak Titin dihadiri oleh para pakar KAGAMA dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, yang semakin memperkaya materi diskusi. Beberapa di antaranya adalah Zaim, pakar dalam menganalisis prospek budidaya Cabe Jawa dan peluangnya di pasar ekspor, Agoes dari Karanganyar, seorang praktisi jamu Jawa yang telah mengembangkan ratusan bibit Cabe Jawa, serta Fajar Nugroho dan Lilik, penggiat petani cabe jamu di Kabupaten Sleman yang telah memiliki puluhan petani binaan.
Meskipun disiplin ilmunya berbeda, seluruh peserta diskusi fokus pada dunia pertanian, khususnya Cabe Jawa. Diskusi ini tidak hanya menghidupkan kembali minat pada tradisi lama, tetapi juga menyoroti bagaimana pengetahuan tradisional dapat memberikan wawasan berharga untuk masa depan. Dengan memahami nilai sejarah dan budaya Cabe Jawa, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya yang telah diwariskan nenek moyang.
Berita ini disusun oleh komuditas cabe jamu Kagama, berupaya membawa pembaca lebih dekat dengan warisan budaya yang kaya akan sejarah dan nilai yang diabadikan dalam ukiran masa lalu. (gila)