Jurnaljatengdiynews.com,- Kudus, 20 Mei 2025 — Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, Forum Kader Bela Negara (FKBN) bersama tokoh-tokoh budaya dan spiritual menghadirkan sebuah pertunjukan wayang kulit dengan lakon legendaris Wahyu Makuthoromo. Pagelaran ini tak sekadar pertunjukan seni, melainkan juga refleksi kebangsaan, menegaskan kembali pentingnya kepemimpinan yang berakar pada keikhlasan, welas asih, dan kebijaksanaan.
Lakon Wahyu Makuthoromo berkisah tentang turunnya wahyu kepemimpinan dari kayangan—bukan kepada mereka yang tamak dan haus kekuasaan, tetapi kepada Arjuna, seorang ksatria yang memilih jalan tapa, sabar, dan pasrah. Di tengah situasi dunia pewayangan yang kacau dan penuh intrik, lakon ini menjadi simbol perlunya pemimpin yang bersih hati dan berpihak pada kebenaran.
“Pagelaran ini bukan sekadar hiburan, melainkan ajakan untuk merefleksikan nilai-nilai luhur bangsa. Bahwa kebangkitan sejati dimulai dari kebersihan hati, kejujuran niat, dan keteguhan dalam menegakkan kebenaran,” ujar Dr. Ir. Sunardi, senior FKBN sekaligus sebagai Ki dalang dalam pagelaran wayang kulit ini.
Dalam pertunjukan ini, sang dalang akan membawakan kisah dengan penuh penjiwaan. Adegan Arjuna bertapa diiringi gending-gending klasik seperti Wahyu Mangu dan Suket Teki, menyentuh hati penonton hingga larut dalam suasana batin yang khusyuk. Tokoh Semar dan Punakawan tak lupa menyampaikan sindiran sosial dan pesan spiritual, membuat lakon ini relevan dengan kondisi bangsa hari ini.
Kepala FKBN Kabupaten Kudus, Sri Hartini, menyatakan bahwa melalui kegiatan ini, FKBN ingin meneguhkan kembali komitmennya dalam melestarikan seni budaya lokal sebagai bagian dari perjuangan kebangsaan.
“Di era digital ini, penting bagi generasi muda untuk tetap terhubung dengan akar budayanya. Wayang kulit adalah warisan adiluhung yang sarat nilai kepemimpinan, etika, dan spiritualitas,” tegas Artin.
Pagelaran ini diharapkan menjadi momentum untuk membangkitkan kembali semangat nasionalisme yang berbasis budaya. Seperti sabda Semar di akhir lakon:
> “Wahyu ora kanggo wong kang ngoyak, nanging maringi marang kang ikhlas, sabar lan nglakoni bebener.”
(Wahyu bukan untuk yang mengejar, tapi untuk mereka yang ikhlas, sabar, dan menempuh jalan kebenaran.)
Dengan menghadirkan Wahyu Makuthoromo, semangat Hari Kebangkitan Nasional tahun ini menjadi lebih bermakna—menyadarkan kita bahwa kebangkitan bangsa harus dimulai dari kebangkitan nurani. (Rochmad Taufik)