Magelang, 9 Juni 2024 – Asas presumptio iures de iure, yang menganggap semua orang mengetahui hukum, merupakan salah satu prinsip fundamental dalam sistem hukum yang dikenal juga sebagai fiksi hukum. Asas ini, yang dalam bahasa Latin diungkapkan dengan istilah bodohia juris non excusat (ketidaktahuan hukum tidak dapat dijadikan alasan pemaaf), memainkan peran krusial dalam menjaga kerahasiaan dan kepastian hukum. Namun, penerapannya sering kali menimbulkan kontroversi dan tantangan dalam praktik hukum sehari-hari.
Teori Fiksi Hukum
Fiksi hukum adalah konsep yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui hukum setelah hukum tersebut diundangkan. Asas ini bertujuan untuk mencegah individu menghindari tanggung jawab hukum dengan alasan ketidaktahuan. Dalam sistem hukum modern, fiksi hukum menjadi landasan penting yang memastikan setiap warga negara bertanggung jawab atas tindakan mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
Putusan-Putusan Pengadilan yang Relevan
Beberapa perjanjian pengadilan di Indonesia telah menekankan pentingnya hal ini:
- Putusan MA No. 645K/Sip/1970 : Mahkamah Agung menegaskan bahwa ketidaktahuan terhadap undang-undang tidak dapat dijadikan alasan pemaaf. Ini menekankan bahwa semua warga negara harus mematuhi hukum, terlepas dari pengetahuan mereka tentang hukum tersebut.
- Putusan MK No. 001/PUU-V/2007 : Mahkamah Konstitusi menguatkan prinsip bahwa ketidaktahuan terhadap undang-undang tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab hukum, memperkuat posisi bahwa semua warga negara dianggap mengetahui hukum yang telah diundangkan.
- Putusan MA No. 77 K/Kr/1961 : Putusan ini menegaskan bahwa setiap orang dianggap mengetahui undang-undang setelah undang-undang tersebut diundangkan dalam lembaran negara, menjadi landasan penting dalam penerapan asas fiksi hukum di Indonesia.
Ekspansi Fiksi Hukum
Penerapan fiksi hukum membawa konsekuensi signifikan bagi masyarakat serta pemerintah dan aparat penegak hukum. Masyarakat diharapkan untuk memahami aturan hukum yang berlaku, yang pada gilirannya meningkatkan kepatuhan terhadap hukum. Sementara itu, pemerintah dan aparat penegak hukum mempunyai tanggung jawab untuk aktif mensosialisasikan dan memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat. Upaya ini penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran hukum di kalangan masyarakat, sehingga prinsip fiksi hukum dapat diterapkan dengan lebih efektif dan adil.
Tanggung Jawab Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum
Sebagai konsekuensi dari penerapan fiksi hukum, pemerintah dan aparat penegak hukum memiliki beberapa kewajiban penting, antara lain:
- Melakukan sosialisasi hukum secara menyeluruh dan berkelanjutan : Upaya ini mencakup penyuluhan hukum yang mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
- Memanfaatkan media massa dan informasi teknologi : Ini penting untuk menyebarkan informasi hukum dengan cepat dan luas.
- Menyediakan pendidikan hukum dasar dalam kurikulum pendidikan nasional : Dengan demikian, pengetahuan hukum dapat ditanamkan sejak dini.
Kesimpulan
Asas presumptio iures de iure atau fiksi hukum merupakan prinsip esensial dalam sistem hukum yang memastikan setiap individu bertanggung jawab atas tindakannya sesuai dengan hukum yang berlaku. Meskipun sering dianggap tidak realistis, namun hal ini tetap penting untuk menjaga keamanan dan keamanan hukum. Oleh karena itu, selain menuntut masyarakat untuk memahami hukum, pemerintah dan aparat penegak hukum juga harus berperan aktif dalam mensosialisasikan dan menyuluhkan hukum kepada masyarakat.
Daftar Pustaka
- Putusan MA No.645K/Sip/1970
- Putusan MK No.001/PUU-V/2007
- Putusan MA Nomor 77 K/Kr/1961
Artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang fiksi hukum dan pentingnya upaya bersama antara masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan kepatuhan terhadap hukum. (Mad)