Jurnaljarengdiynews.com. Kebun kopi- Di sebuah pagi yang cerah di sebuah mushola besar di hutan kopi milik pak prof Panji, suasana damai menyelimuti kebun kopi yang asri. Aroma kopi yang baru diseduh membaur dengan udara segar pegunungan. Di tengah keindahan ini, sekelompok orang terhimpun untuk menikmati kopi pagi sambil berdiskusi tentang masa depan bangsa.
Di meja kayu yang dikelilingi oleh tanaman kopi, duduk Profesor Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, seorang guru besar teknologi pangan dari UGM. Di sampingnya, hadir mas komjen Susno dan mas Kivlan zein, serta beberapa tokoh masyarakat lainnya. Mereka semua berkumpul untuk membahas sebuah tema penting: ketahanan pangan dan masa depan bangsa Indonesia.
Profesor Djagal, dengan keahlian dan pengalaman panjangnya dalam teknologi pangan, memulai diskusi dengan penuh semangat. “Kita harus memahami bahwa ketahanan pangan bukan hanya tentang jumlah makanan yang tersedia, tetapi juga kualitas dan keberlanjutan sistem pangan kita,” katanya. “Untuk menyongsong seribu tahun ke depan, bangsa Indonesia harus belajar dari negara-negara yang telah berhasil mempertahankan keberlanjutan mereka selama ribuan tahun.”
Jenderal Polisi Susno menanggapi dengan serius, “Jika kita ingin Indonesia bertahan dan berkembang dalam jangka panjang, kita perlu memastikan bahwa setiap aspek dari sistem pangan kita diperkuat. Ini termasuk SDM yang berkualitas, teknologi yang maju, dan strategi yang komprehensif.”
Jenderal ABRI mas Kivlan menambahkan, “Indonesia saat ini adalah medan pertempuran di berbagai sektor. Namun, kita harus fokus pada ketahanan pangan sebagai fondasi utama. Tanpa ketahanan pangan, semua upaya lainnya mungkin akan sia-sia.”
Profesor Djagal mengangguk setuju. “Benar. Ketahanan pangan adalah kunci untuk membangun ketahanan nasional. Sejarah menunjukkan bahwa kerajaan Majapahit, misalnya, telah memulai perjalanan ini dengan pengelolaan sumber daya yang bijaksana. Kita perlu meneruskan tradisi ini dengan cara yang lebih modern dan berkelanjutan.”
Diskusi berlanjut dengan membahas bagaimana komunitas peduli pertanian dan lingkungan dapat berperan. Taufiq, seorang aktivis lingkungan, berbicara dengan penuh semangat, “Kita perlu membangun lembaga pendidikan yang mengedepankan toleransi dan perdamaian serta memperkuat ketahanan pangan. Itu adalah solusi terbaik untuk menghadapi tantangan di masa depan.”
Selama diskusi, kopi☕ pagi terus mengalir, menambah kehangatan suasana. Semua peserta sepakat bahwa keamanan negara dan ketahanan pangan adalah dua hal yang harus diintegrasikan dengan baik. “Kita harus mengamankan geopolitik kita dari sekarang hingga tahun 2045,” kata Rochmad, menekankan pentingnya persiapan jangka panjang.
Di akhir pertemuan, Profesor Djagal mengingatkan bahwa, “Masih ada waktu 25 tahun lagi untuk mencapai Indonesia emas. Kita harus memanfaatkan waktu ini dengan sebaik-baiknya dengan karakter dan komitmen yang baik.”
Sambil menyesap kopi☕, semua peserta merasakan semangat baru dan harapan untuk masa depan bangsa. Diskusi pagi itu menjadi pengingat bahwa kolaborasi antara berbagai sektor adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.(Taufiq)